Keberhasilan pemerintah menggenjot pertumbuhan ekonomi 2010 hingga 6,1 persen patut disambut gembira. Tapi kita mesti menyadari pula bahwa pertumbuhan ekonomi yang membengkak ini belum dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Soalnya, sektor yang menjadi penopang hidup rakyat tingkat bawah, seperti manufaktur dan pertanian, kurang tumbuh.
Angka yang dilansir Badan Pusat Statistik itu melampaui target pemerintah yang memproyeksikan pertumbuhan tahun lalu 5,8 persen. Angka ini juga jauh di atas pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 4,5 persen. Nilai produk domestik bruto pun naik hingga hampir Rp 1.000 triliun dan pendapatan per kapita mencapai Rp 27,03 juta per tahun atau Rp 2,25 juta per bulan.
Masalahnya, pertumbuhan itu tidak merata. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi, yang mencapai 13,5 persen, diikuti sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 8,7 persen. Adapun sektor lain, seperti industri pengolahan, hanya tumbuh 4,5 persen. Sedangkan pertanian lebih menyedihkan lagi, cuma 2,9 persen.
Pembagian kenaikan angka pertumbuhan ekonomi itu juga tecermin dari peningkatan koefisien Gini di Indonesia, yang semula 0,36, menjadi 0,37. Angka ini merupakan ukuran kesenjangan pendapatan yang didapat melalui hitungan statistik proporsi total pendapatan dan jumlah penduduk suatu negara.
Dampak dari pertumbuhan yang timpang ini mungkin akan tergambar lebih jelas dari hasil sensus BPS mengenai penduduk miskin, yang diumumkan Maret nanti. Jumlah penduduk miskin pada tahun lalu turun 1,51 juta dari tahun sebelumnya, sehingga total penduduk miskin menjadi 31,02 juta. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tak merata, sulit membayangkan jumlah penduduk miskin tahun ini akan turun secara signifikan. Apalagi, angka inflasi sepanjang 2010 mencapai 6,96 persen atau lebih tinggi dari angka pertumbuhan.
Buat mengatasi kesenjangan, pemerintah harus meningkatkan kualitas pertumbuhan pada 2011. Target angka pertumbuhan ekonomi tahun ini, sebesar 6,3 persen, cukup realistis. Hanya, pemerintah perlu berusaha mendongkrak pertumbuhan di semua sektor. Jangan biarkan sektor pertanian dan industri pengolahan kurang berkembang, karena sektor pertanian dan industri pengolahan ini menjadi andalan penduduk lapisan bawah. Sektor industri pengolahan, misalnya, menyerap hingga 40 juta pekerja.
Dominannya konsumsi rumah tangga ketimbang investasi dalam pertumbuhan ekonomi tahun lalu juga perlu dicermati. Konsumsi rumah tangga menyita bagian sebesar 56,7 persen, sementara investasi cuma 32,2 persen. Tentu saja konsumsi rumah tangga tetap bisa menjadi andalan. Tapi akan lebih baik jika masyarakat diarahkan untuk mengkonsumsi produk dalam negeri, sehingga mendorong kegiatan produksi yang memperluas lapangan kerja.
Sungguh berbahaya jika pertumbuhan yang timpang itu terulang. Kesenjangan yang semakin lebar akan membuat rakyat kecewa. Pemerintah bisa saja memaparkan data bahwa ekonomi membaik dan pertumbuhan meningkat pesat. Namun masyarakat lapisan bawah tetap akan menilai buruk kinerja pemerintah karena mereka tidak menjadi lebih sejahtera.
Referensi : http://www.tempointeraktif.com/