Dewasa ini kita sering mendengar dari
berbagai media masa mengenai nilai tukar
Rupiah Indonesia yang cenderung melemah terhadap dollar Amerika. Berdasarkan
kurs tengah Bank Indonesia, sejak pertengahan bulan Juli 2013 rupiah tercatat melemah
dan menembus level psikologis Rp 10.000 per dollar AS. Ada begitu banyak
pandangan dan kritik dari berbagai pihak terutama yang ditujukan kepada
pemerintah Indonesia terkait dengan pelemahan rupiah yang terjadi. Namun
ternyata pelemahan nilai tukar ini tidak hanya terjadi pada rupiah saja karena
faktanya mata uang beberapa negara emerging markets (negara berkembang
yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan cepat) seperti Turki, India
dan Brazil juga mengalami pelemahan nilai tukar. Selama Juni-Agustus 2013,
nilai tukar Lira Turki jatuh sebesar 10 persen; nilai tukar Rupee India jatuh
sebesar 20 persen; dan nilai tukar Rupiah serta Real Brazil jatuh sekitar 15
persen. Trend melemahnya nilai tukar mata uang beberapa negara emerging
markets selama Juni-Agustus 2013 bisa dilihat dalam grafik di bawah ini:
Grafik
1
Nilai Tukar Mata Uang Emerging Markets vs. Dollar AS, Januari-Agustus 2013
Nilai Tukar Mata Uang Emerging Markets vs. Dollar AS, Januari-Agustus 2013
A.
Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Pelemahan
Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar sebuah mata uang ditentukan oleh
relasi penawaran-permintaan (supply-demand) atas mata uang tersebut.
Jika permintaan atas sebuah mata uang meningkat, sementara penawarannya tetap
atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan naik. Kalau penawaran sebuah
mata uang meningkat, sementara permintaannya tetap atau menurun, maka nilai
tukar mata uang itu akan melemah. Selanjutnya yang menjadi pertanyaan adalah,
apa yang menyebabkan penawaran Rupiah tinggi, sementara permintaannya rendah?
Setidaknya ada dua faktor yang meyebabkan pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap
dollar Amerika, yakni :
1.
Keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia.
Keluarnya investasi
portofolio asing ini menurunkan nilai tukar Rupiah, karena dalam proses ini,
investor menukar Rupiah dengan mata uang negara lain untuk diinvestasikan di
negara lain. Artinya, terjadi peningkatan penawaran atas Rupiah karena arus
keluar investasi asing dari Indoensia. Adapun indikasi dari keluarnya investasi
portofolio asing ini bisa dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang
cenderung menurun seiring dengan kecenderungan menurun dari Rupiah. Dalam
grafik di bawah, kita bisa lihat bahwa IHSG mengalami kecenderungan menurun
sejak Juni 2013:
|

Grafik 2
IHSG April-Agustus 2013
Salah satu alasan
investor asing yang menarik dananya dari Indonesia adalah karena rencana the
Fed (Bank sentral AS) untuk mengurangi Quantitative Easing (QE). Rencana
ini dinyatakan oleh Ketua the Fed, Ben Bernanke, di depan Kongres Amerika
Serikat pada 22 Mei 2013. Tidak lama setelah itu, mata uang di beberapa negara emerging
markets pun anjlok (Grafik 1). Yang dimaksud dengan QE di sini adalah
program the Fed untuk mencetak uang dan membeli obligasi atau aset-aset
finansial lainnya dari bank-bank di AS. Program ini dilakukan untuk menyuntik
uang ke bank-bank di AS demi pemulihan diri pasca-krisis finansial 2008.
Rencana pengurangan QE
memberikan pesan bahwa ekonomi AS telah membaik. Karenanya, nilai tukar
obligasi dan aset-aset finansial lain di AS akan naik. Inilah ekspektasi para
investor portofolio yang mengeluarkan modalnya dari negara-negara emerging
markets. Mereka melihat bahwa untuk kedepannya, investasi portofolio di AS
akan lebih menguntungkan daripada di negara-negara emerging markets.
Dalam tiga bulan terakhir, yield obligasi jangka panjang pemerintah AS sendiri
telah naik. Sebagai contoh, yield obligasi 10-tahun pemerintah AS yang menjadi benchmark,
naik sekitar 125 bps dalam tiga bulan terakhir.
2.
Neraca nilai perdagangan Indonesia yang defisit.
Neraca Perdagangan
adalah suatu catatan yang disusun secara sistematis tentang seluruh transaksi
ekonomi yang meliputi perdagangan barang / jasa antara penduduk
suatu negara dengan penduduk negara lain untuk suatu periode waktu tertentu.
Dalam neraca perdagangan Indonesia pos-pos neraca diklasifikan secara garis
besar menjadi dua, yakni migas dan nonmigas. Suatu neraca perdagangan dikatakan defisit apabila jumlah pembayaran
lebih besar daripada jumlah penerimaan (transaksi kredit < transaksi debet),
atau dengan kata lain ekspor lebih kecil daripada impor. Untuk lebih jelasnya
bisa dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1
Neraca Nilai Perdagangan Indonesia, Januari-Juli 2013
(Miliar US$)
Neraca Nilai Perdagangan Indonesia, Januari-Juli 2013
(Miliar US$)
|
Ekspor
|
Impor
|
Neraca
|
||||||
Bulan
|
Migas
|
Nonmigas
|
Total
|
Migas
|
Nonmigas
|
Total
|
Migas
|
Nonmigas
|
Total
|
Januari
|
2,66
|
12,72
|
15,38
|
3,97
|
11,48
|
15,45
|
-1,31
|
1,24
|
-0,07
|
Februari
|
2,57
|
12,45
|
15,02
|
3,64
|
11,67
|
15,31
|
-1,07
|
0,78
|
-0,29
|
Maret
|
2,93
|
12,09
|
15,02
|
3,90
|
10,99
|
14,89
|
-0,97
|
1,10
|
-0,13
|
April
|
2,45
|
12,31
|
14,76
|
3,63
|
12,83
|
16,46
|
-1,18
|
-0,52
|
-1,70
|
Mei
|
2,92
|
13,21
|
16,13
|
3,44
|
13,22
|
16,66
|
-0,52
|
-0,01
|
-0,53
|
Juni
|
2,80
|
11,96
|
14,76
|
3,53
|
12,11
|
15,64
|
-0,73
|
-0,15
|
-0,88
|
Juli
|
2,28
|
12,83
|
15,11
|
4,14
|
13,28
|
17,42
|
-1,86
|
-0,45
|
-2,31
|
Jan-Juli
|
18,61
|
87,57
|
106,18
|
26,25
|
85,58
|
111,83
|
-7,64
|
1,99
|
-5,65
|
Sumber : Badan Pusat
Statistik, Berita Resmi Statistik, No. 58/09/Th. XVI, 2 September 2013,
hlm. 14, http://www.bps.go.id/brs_file/eksim_02sep13.pdf.
Berdasarkan tabel 1, defisit neraca nilai perdagangan Indonesia
selama Januari-Juli 2013 adalah -5,65 miliar Dollar AS. Sektor nonmigas
sebenarnya mengalami surplus 1,99 miliar Dollar AS, namun, surplus di sektor
nonmigas tidak bisa mengimbangi defisit yang sangat besar di sektor migas,
yakni sebesar -7,64 miliar Dollar AS. Dinamika ekspor-impor memang bisa
berdampak pada nilai tukar mata uang suatu Negara. Ekspor meningkatkan
permintaan atas mata uang negara eksportir, karena dalam ekspor, biasanya
terjadi pertukaran mata uang negara tujuan dengan mata uang negara eksportir.
Pertukaran ini terjadi karena si eksportir membutuhkan hasil akhir ekspor dalam
bentuk mata uang Negaranya agar bisa ia pakai dalam usahanya. Sebaliknya, impor
meningkatkan penawaran atas mata uang negara importir, karena dalam impor,
biasanya terjadi pertukaran mata uang Negara importir dengan mata uang Negara
asal. Karena selama Januari-Juli 2013, impor Indonesia lebih besar daripada
ekspornya, maka situasi ini telah menyebabkan pelemahan nilai tukar Rupiah.
B.
Dampak Pelemahan Nilai
Tukar Rupiah
Setelah membahas faktor-faktor yang menyebabkan melemahnya nilai
tukar Rupiah di sepanjang tahun 2013, yang menjadi pertnayaan selanjutnya
adalah bagiamanakah dampak pelemahan Rupiah terhadap kondisi perekonomian dalam
negeri? Ketika nilai tukar sebuah mata uang melemah, maka yang biasanya
mencolok terkena dampaknya adalah harga komoditi impor, baik yang menjadi obyek
konsumsi maupun alat produksi (bahan baku dan barang modal). Karena harga
komoditi impor dipatok dengan mata uang negara asal (eksportir), maka jika
nilai mata uang negara tujuan (importir) jatuh, harga komoditi impor akan naik.
Misalnya, jika di Indonesia, nilai tukar Rupiah jatuh sebesar 10% dari 1 Dollar
AS = 9.000 Rupiah menjadi 1 Dollar AS = 9.900 Rupiah, maka harga komoditi impor
pun akan naik sebesar 10%. Komoditi yang harganya Rp1 juta akan naik Rp100 ribu
menjadi Rp1,1 juta. Dari data BPS, kita bisa lihat inflasi di bulan Juni adalah
1,03 persen, lalu meningkat menjadi 3,29 persen pada Juli. Sementara, pada
bulan Agustus, inflasi menurun menjadi 1,12 persen. Inflasi tahun kalender
(Januari-Agustus) 2013 adalah 7,94 persen dan ini merupakan inflasi tahunan
tertinggi sejak 2009. Untuk barang konsumsi, yang harganya akan naik bukan
hanya barang-barang konsumsi impor, namun juga barang-barang konsumsi yang
diproduksi di dalam negeri, tetapi (sebagian besar) alat-alat produksinya,
terutama bahan bakunya, impor. Harga tahu tempe, misalnya, naik 20-25 persen,
karena bahan bakunya berupa kedelai diimpor. Untuk mengetahui secara lebih rinci mengenai perbandingan antara
impor barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang modal di Indonesia dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Impor Indonesia Menurut Golongan Penggunaan Barang Januari-Juli 2013
Impor Indonesia Menurut Golongan Penggunaan Barang Januari-Juli 2013
Penggunaan
Golongan Barang
|
Nilai CIF (Juta
US$) Januari-Juli 2013
|
Peran terhadap
Total Impor Januari-Juli 2013 (%)
|
Barang Konsumsi
|
7.799,0
|
6,97
|
Bahan Baku/Penolong
|
85.162,4
|
76,16
|
Barang Modal
|
18.867,0
|
16,87
|
Total Impor
|
111.828,4
|
100,00
|
Sumber: Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik, op. cit., hlm. 12.
Berdasarkan tabel 2, proporsi impor terbesar
pada Januari-Juli 2013 adalah impor bahan baku/penolong, yakni 76,16% dari
total impor. Kemudian urutan kedua ditempati oleh impor barang modal
(mesin-mesin, dan sebagainya), sebesar 16,87% dari total impor. Di urutan
terakhir baru kita dapati impor barang konsumsi dengan besaran 6,97% dari total
impor. Dari data ini, kita bisa menduga bahwa penggunaan alat-alat produksi
impor dalam industri Indonesia cukup tinggi. Dengan demikian pihak-pihak yang
diperkirakan paling merasakan dampak dari
kenaikan harga komoditi impor ini antara lain :
·
Konsumen, terutama konsumen
kelas bawah. Pada umumnya para pengusaha akan membebankan Biaya Produksi yang
tinggi kepada para konsumen sehingga pendapatan konsumen kelas bawah dipastikan
tidak bisa mengimbangi kenaikan harga barang.
·
Pihak-pihak dalam rantai
distribusi komoditi impor mulai dari importir sampai pengecer. Mengingat daya
beli masyarakat yang semakin menurun akibat harga komoditi yang tinggi maka
pihak-pihak dalam rantai distribusi komoditi impor akan mengalami penurunan
omset. Misalnya, belakangan ini, para importir bahan kebutuhan pokok di Batam
sudah menghentikan aktivitas usahanya.
·
Para usahawan yang berorientasi pasar dalam
negeri, namun alat-alat produksinya, terutama bahan bakunya, impor, seperti
pengusaha tekstil, alas kaki, kemasan, temped an tahu, ayam potong dan
sebagainya.
·
Rakyat pekerja yang sudah terpukul dari sisi
konsumsi akibat kenaikan harga barang, juga akan dijepit dari sisi upah oleh
pengusaha yang terjepit oleh kenaikan harga alat-alat produksi impor, kenaikan
nilai utang luar negeri, dan penyusutan pasar dalam negeri.
Namun di
sisi lain, ternyata melemahnya nilai Rupiah bukan hanya berdampak pada kenaikan
harga komoditi impor saja. Dampak lainnya yang juga perlu diperhatikan adalah
kenaikan nominal. Ketika Rupiah mengalami pelemahan terhadap dollar maka utang
luar negeri Indonesia akan semakin membesar mengingat utang luar negeri
Indonesia didominasi oleh utang kepada Amerika Serikat. Logikanya sama dengan
dampak pelemahan Rupiah pada komoditi impor. Jika di Indonesia, nilai tukar
Rupiah berbanding Dollar AS jatuh sebesar 30%, maka nominal Rupiah dari utang
yang dipatok dalam Dollar AS akan naik sebesar 30%. Sampai dengan Maret 2013,
total utang luar negeri Indonesia adalah 254,295 miliar Dollar AS, dengan utang
pemerintah dan bank sentral sebesar 124,151 miliar Dollar AS serta utang swasta
sebesar 130,144 miliar Dollar AS. Dengan demikian pihak-pihak yang diperkirakan
paling merasakan dampak dari kenaikan
nominal ini antara lain :
·
Untuk utang swasta adalah
pengusaha yang berutang, dan para pekerjanya yang akan ditekan oleh pengusaha
yang berutang tersebut.
·
Untuk utang pemerintah adalah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dimana ketika anggaran terjepit, rezim
neoliberal biasanya akan mengurangi atau mencabut subsidi untuk rakyat,
sehingga rakyat secara umum juga akan terkena dampaknya.
Di sisi lainya, pelemahan Rupiah ternyata
tidak selalu berdampak buruk atau negatif. Ada sebagian
pihak-pihak yang diuntungkan dengan pelemahan Rupiah yang terjadi. Jika mata uang suatu negara melemah, maka
yang diuntungkan adalah sektor ekspor yang bahan bakunya (sebagian besar)
berasal dari dalam negeri. Misalnya, PT Energizer Indonesia yang memproduksi
baterai Eveready yang sebagian besarnya diekspor, eksportir udang, dan
eksportir kakao di Sulawesi Selatan. Namun, ini tidak berarti seluruh sektor
ekspor Indonesia untung, karena banyak komoditi ekspor kita yang ditopang oleh
bahan baku impor, sehingga keuntungan yang didapat dari kenaikan harga barang
ekspor itu “dibatalkan” oleh harga bahan baku impornya yang mahal.
C.
Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah Yang Berimbas Pada
APBN 2013
Melemahnya nilai tukar mata uang rupiah terutama pada
dollar USD dipicu oleh impor bahan bakar minyak yang dilakukan oleh pihak
pertamina yang terus meningkat pada bulan april hingga bulan mei 2013,
Impor
BBM yang besar membuat neraca perdagangan defisit dan menekan kebutuhan valuta
asing dalam negeri.
Saat
kondisi kebutuhan valas mulai meningkat, namun dari sisi keuangan pasokan valas
di pasar domestik tidak terlalu banyak. Hal ini menyebabkan para investor mulai
mengurangi investasi ke Indonesia.
Pelemahan nilai
tukar meningkatkan
penerimaan sumber daya alam (SDA), namun sekaligus menambah
beban subsidi energi.
Persoalan menjadi lebih rumit dengan adanya perkiraan kenaikan
volume konsumsi bahan bakar
minyak (BBM) bersubsidi dari volume yang disepakati
dalam UU APBN 2013.
Mengingat bahan baku BBM ini sebagian diimpor, maka kenaikan
volume konsumsi BBM
bersubsidi tidak saja membebani sektor fiskal, tetapi juga
memperburuk kondisi neraca
pembayaran Indonesia, yang mengalami defisit neraca migas.
Sebab dari defisit neraca pembayaran pada
sektor migas
yang langsung berimbas
pada Asumsi dasar makro ekonomi nilai
tukar rupiah. Dalam hal penyusunan APBN diperlukan adanya suatu landasan atau
dasar hukum ekonomi yang berkembang, maka dari itu muncul adanya suatu asumsi
untuk memprediksi laju perkembangan indikator- indikator ekonomi dalam APBN.
Asumsi dasar makro ekonomi nilai tukar rupiah yang dipakai dalam
APBN 2013 dari Rp 9.300
dan berubah menjadi
Rp 9.600
dalam
APBN-P 2013 pos belanja non
kementerian / lembaga yaitu (subsidi).
Berdasarkan pembahasan
yang telah diuraikan diatas, berikut kami sampaikan beberapa kebijakan yang
diambil oleh pemerintah dalam menjaga stabilitas perekonomian Indonesia.
Langkah-langkah yang diambil dibagi kedalam empat paket sebagai berikut :
-
Paket Pertama
Paket yang dibuat terkait dengan upaya memperbaiki neraca transaksi
berjalan dan menjaga nilai tukar rupiah:
1. Pemerintah akan melakukan
langkah mendorong ekspor dengan memberikan deduction
tax pada sektor ekspor minimal 30% dari produksi.
2. Menurunkan impor migas. Dengan
meningkatkan porsi penggunaan biodiesel dalam porsi solar sehingga akan
mengurangi konsumsi solar yang berasal dari impor. Kebijakan ini akan
menurunkan impor migas secara signifikan.
3. Menetapkan pengenaan pajak
Bea Masuk yang berasal dari barang impor seperti mobil CBU, barang bermerek
yang sekarang 75% akan menjadi 125% sampai 150%.
4. Melakukan langkah memperbaiki
ekspor mineral dengan memberikan relaksasi prosedur terkait kuota.
- Paket
Kedua
Paket ini bertujuan menjaga pertumbuhan ekonomi dan daya beli
masyarakat. Pemerintah akan memberikan insentif dengan tetap memastikan bahwa
defisit fiskal berada pada kisaran 2,38%. Dengan menjaga defisit pada batas
aman ini pemerintah memastikan pembiayaan APBNP 2013 dalam kondisi aman. Adapun
insentif yang diberikan terkait dengan:
1. Tax deduction pada industri padat karya.
2. Relaksasi fasilitas kawasan berikat.
3. Penghapusan PPN Buku.
4. Penghapusan PPN dasar yang sudah tak tergolong barang mewah.
5. Pentingnya menjaga menjaga UMP untuk mencegah terjadi PHK dengan
skema kenaikan UMP yang mengacu pada KHL produktifitas dan pertumbuhan ekonomi.
Dengan membedakan kenaikan upah minimum industri, UMK, industri padat karya,
dan industri padat modal.
6. Insentif dalam jangka menengah addition
deduction untuk litbang.
7. Mengoptimalkan penggunaan tax allowance untuk insentif investasi.
- Paket
Ketiga
Paket ketiga ini tujuannya untuk menjaga daya beli masyarakat dan
inflasi. Pemerintah akan berkoordinasi dengan BI. Dari sisi pemerintah untuk
mengatasi inflasi atau harga yang bergejolak atau volatile food,
pemerintah akan ubah tata niaga daging sapi dan hortikultura dari pembatasan
sistem kuota menjadi mekanisme yang andalkan harga.
-
Paket Keempat
Paket keempat ini terkait dengan mempercepat investasi. Pemerintah akan
mengambil langkah:
1. Menyederhanakan perizinan dengan
mengefektifkan fungsi pelayanan satu pintu dan menyederhanakan jenis perizinan
yang menyangkut kegiatan investasi. Sebagai contoh saat ini sudah ada perizinan
investasi hulu migas dari 69 jenis menjadi hanya 8 perizinan.
2. Mempercepat dan saat ini sudah dirampungkan
adalah revisi PP tentang DNI (Daftar Negatif Investasi) yang lebih ramah bagi
investor.
3. Mempercepat program investasi berbasis agro,
CPO, kakaa, rotan, mineral, logam, bauksit, nikel dan tembaga dengan memberikan
insentif berupa tax holiday dan tax allowance serta percepatan renegosiasi
kontrak karya dan PKP2B.
"The bottlenecking masalah proyek adalah salah satu perhatian kita
untuk itu investasi yang sudah strategis seperti pembangkit, migas,
infrastruktur akan dipercepat proses penyelesaiannya," ujar Hatta. (Igw)