Minggu, 12 Januari 2014

PELANGGARAN ETIKA SEBAGAI SUMBER PELANGGARAN HUKUM


Etika, sebagaimana disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlaq); kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlaq; nilai mengenai nilai benar dan salah, yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Seorang budayawan Indonesia kelahiran Polandia Magnis Suseno, etika memiliki empat fungsi, yaitu :
·         Etika dapat membantu dalam menggali rasionalitas dan moralitas agama, seperti mengapa Tuhan memerintahkan ini, bukan itu.
·         Etika membantu dalam menginterpretasikan ajaran agama yang saling bertentangan.
·         Etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agama terhadap masalah-masalah baru dalam kehidupan manusia.
·         Etika dapat membantu mengadakan diaolog antar agama, karena etika mendasarkan pada rasionallitas, bukan wahyu.

Apabila seseorang atau kelompok melakukan pelanggaran terhadap etika yang berlaku di masyarakat, maka akan ada sanksi yang harus diterima sebagai bentuk tanggung jawab perbuatannya. Berikut ini adalah sanksi terhadap pelanggaran etika, yaitu:
·         Sanksi Sosial, sanksi ini diberikan oleh masyarakat sendiri, tanpa melibatkan pihak berwenang. Pelanggaran yang dikenakan oleh sanksi ini biasanya merupakan kejahatan kecil, ataupun pelanggaran yang dapat dimaafkan. Dengan demikian hukuman yang diterima akan ditentukan oleh masyarakat, misalnya membayar ganti rugi. Pedoman yang digunakan adalah etika setempat berdasarkan keputusan bersama.
·         Sanksi Hukum, sanksi ini diberikan oleh pihak berwenang, dalam hal ini yaitu pihak kepolisian dan hakim. Pelanggaran yang dilakukan tergolong pelanggaran berat dan harus diganjar dengan hukuman pidana ataupun perdata. Pedoman yang digunakan adalah KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana).
Beberapa bulan yang lalu begitu santer diberitakan di berbagai media informasi, bahwa Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi akhirnya memutuskan memecat Ketua MK nonaktif Akil Mochtar pada Jumat 1 November 2013. Ia diberhentikan secara tidak hormat karena terbukti melanggar kode etik hakim. Pelanggaran yang dilakukan oleh Akil tak hanya satu, namun bertumpuk. Ini merupakan salah satu contoh kasus dimana terjadinya pelanggaran hukum berawal dari pelanggaran etika.
Pelanggaran pertama dalam daftar pelanggaran yang dilakukan oleh Akil adalah terkait penanganan sengketa pilkada. Akil diduga bersalah dalam penyelesaian sengketa Pilkada Banyuasin di Sumatera Selatan dan sejumlah perselisihan pilkada di daerah lain. “Berdasarkan saksi, Akil Mochtar memerintahkan panitera MK menetapkan putusan tanpa melalui rapat permusyawaratan hakim,” tutur Ketua Majelis Kehormatan MK, Hakim Harjono. Harjono menyatakan, Akil Mochtar diduga menggunakan kewenangannya sebagai hakim untuk membagi perkara antara panelnya dengan panel lain. “Perkara pilkada dari Kalimantan lebih banyak ditangani panel Akil,”.
Terkait penanganan sengketa Pilkada Gunung Mas di Kalimantan Tengah, Akil diduga bertemu dengan anggota DPR Chairun Nisa di ruang kerjanya. Akil dan Chairun Nisa pun berada di tempat yang sama ketika ditangkap KPK, yakni di rumah dinas Akil di Kompleks Widya Chandra Jakarta Selatan.
Pelanggaran kedua, terkait rekening dan transaksi tak wajar yang dimiliki Akil. Akil memiliki 15 rekening bank, sedangkan istrinya punya 5 rekening. “Diduga ada transaksi keuangan yang dilakukan STA (Susi Tur Andayani) selaku kuasa hukum pihak berpekara, melalui setoran tunai (kepada Akil),” kata Hakim Konstitusi Harjono. Akil juga memerintahkan sekretaris dan sopirnya melakukan transaksi tidak wajar dengan jumlah tidak wajar.
Pelanggaran ketiga, terkait narkotika yang dimiliki Akil. “Akil Mochtar diduga menyimpan narkotika, yakni tiga lintung ganja utuh dan satu bekas pakai, dua pil inex ungu dan hijau,” ujar Harjono.
Pelanggaran keempat, terkait hobi Akil pelesir ke luar negeri. “Berdasarkan keterangan saksi, Akil Mochtar sering pergi ke luar negeri dengan keluarga ajudan dan sopir tanpa pemberitahuan pada Sekjen MK, termasuk ketika ke Singapura pada 21 September 2012,” kata Harjono. Dia menyatakan, perilaku Akil Mochtar yang pergi ke Singapura dan beberapa negara lain tanpa memberitahu MK melanggar etika. “Seharusnya dia memberitahu Sekjen. Apalagi sebagai Ketua MK, dia harus diketahui keberadaannya,” ujar Harjono.
Pelanggaran kelima, terkait kepemilikan mobil-mobil mewah Akil. “Berdasarkan surat keterangan Ditlantas Polda Metro Jaya, Toyota Crown tidak didaftarkan ke Ditlantas. Ada kesan mobil itu dimiliki secara tidak sah,” kata Hakim Harjono. Perilaku Akil yang tidak mendaftarkan mobilnya dinilai sebagai perilaku tidak jujur.
Belum lagi Akil mendadak punya tiga mobil dalam tiga bulan. “Berdasarkan surat Ditlantas, mobil Mercedes diatasnamakan sopir Akil Mochtar, sehingga perbuatannya diduga menyamarkan kekayaan. Padahal dia pejabat, apalagi Ketua MK,” ujar Harjono.
Atas semua kesalahan itu, Akil terbukti melanggar prinsip kepantasan, kesopanan, integritas, dan independensi. Keputusan Majelis Kehormatan MK memecat Akil ini tak akan berubah apapun hasil akhir proses hukum Akil di Komisi Pemberantasan Korupsi.

(Referensi : Vivanews)