Etika, sebagaimana disebutkan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa
yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlaq); kumpulan asas atau
nilai yang berkenaan dengan akhlaq; nilai mengenai nilai benar dan salah, yang
dianut suatu golongan atau masyarakat. Seorang budayawan Indonesia kelahiran
Polandia Magnis Suseno, etika memiliki empat fungsi, yaitu :
·
Etika dapat
membantu dalam menggali rasionalitas dan moralitas agama, seperti mengapa Tuhan
memerintahkan ini, bukan itu.
·
Etika membantu
dalam menginterpretasikan ajaran agama yang saling bertentangan.
·
Etika dapat
membantu menerapkan ajaran moral agama terhadap masalah-masalah baru dalam
kehidupan manusia.
·
Etika dapat
membantu mengadakan diaolog antar agama, karena etika mendasarkan pada
rasionallitas, bukan wahyu.
Apabila seseorang atau kelompok
melakukan pelanggaran terhadap etika yang berlaku di masyarakat, maka akan ada
sanksi yang harus diterima sebagai bentuk tanggung jawab perbuatannya. Berikut
ini adalah sanksi terhadap pelanggaran etika, yaitu:
·
Sanksi Sosial, sanksi
ini diberikan oleh masyarakat sendiri, tanpa melibatkan pihak berwenang. Pelanggaran
yang dikenakan oleh sanksi ini biasanya merupakan kejahatan kecil, ataupun
pelanggaran yang dapat dimaafkan. Dengan demikian hukuman yang diterima akan
ditentukan oleh masyarakat, misalnya membayar ganti rugi. Pedoman yang
digunakan adalah etika setempat berdasarkan keputusan bersama.
·
Sanksi Hukum, sanksi
ini diberikan oleh pihak berwenang, dalam hal ini yaitu pihak kepolisian dan
hakim. Pelanggaran yang dilakukan tergolong pelanggaran berat dan harus
diganjar dengan hukuman pidana ataupun perdata. Pedoman yang digunakan adalah
KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana).
Beberapa bulan yang
lalu begitu santer diberitakan di berbagai media informasi, bahwa Majelis
Kehormatan Mahkamah Konstitusi akhirnya memutuskan memecat Ketua MK nonaktif
Akil Mochtar pada Jumat 1 November 2013. Ia diberhentikan secara tidak hormat
karena terbukti melanggar kode etik hakim. Pelanggaran yang dilakukan oleh Akil
tak hanya satu, namun bertumpuk. Ini merupakan salah satu contoh kasus dimana
terjadinya pelanggaran hukum berawal dari pelanggaran etika.
Pelanggaran pertama
dalam daftar pelanggaran yang dilakukan oleh Akil adalah terkait penanganan
sengketa pilkada. Akil diduga bersalah dalam penyelesaian sengketa Pilkada
Banyuasin di Sumatera Selatan dan sejumlah perselisihan pilkada di daerah lain.
“Berdasarkan saksi, Akil Mochtar memerintahkan panitera MK menetapkan putusan
tanpa melalui rapat permusyawaratan hakim,” tutur Ketua Majelis Kehormatan MK,
Hakim Harjono. Harjono menyatakan, Akil Mochtar diduga menggunakan
kewenangannya sebagai hakim untuk membagi perkara antara panelnya dengan panel
lain. “Perkara pilkada dari Kalimantan lebih banyak ditangani panel Akil,”.
Terkait penanganan
sengketa Pilkada Gunung Mas di Kalimantan Tengah, Akil diduga bertemu dengan
anggota DPR Chairun Nisa di ruang kerjanya. Akil dan Chairun Nisa pun berada di
tempat yang sama ketika ditangkap KPK, yakni di rumah dinas Akil di Kompleks
Widya Chandra Jakarta Selatan.
Pelanggaran kedua, terkait
rekening dan transaksi tak wajar yang dimiliki Akil. Akil memiliki 15 rekening
bank, sedangkan istrinya punya 5 rekening. “Diduga ada transaksi keuangan yang
dilakukan STA (Susi Tur Andayani) selaku kuasa hukum pihak berpekara, melalui
setoran tunai (kepada Akil),” kata Hakim Konstitusi Harjono. Akil juga
memerintahkan sekretaris dan sopirnya melakukan transaksi tidak wajar dengan
jumlah tidak wajar.
Pelanggaran ketiga,
terkait narkotika yang dimiliki Akil. “Akil Mochtar diduga menyimpan narkotika,
yakni tiga lintung ganja utuh dan satu bekas pakai, dua pil inex ungu dan
hijau,” ujar Harjono.
Pelanggaran keempat,
terkait hobi Akil pelesir ke luar negeri. “Berdasarkan keterangan saksi, Akil
Mochtar sering pergi ke luar negeri dengan keluarga ajudan dan sopir tanpa
pemberitahuan pada Sekjen MK, termasuk ketika ke Singapura pada 21 September
2012,” kata Harjono. Dia menyatakan, perilaku Akil Mochtar yang pergi ke
Singapura dan beberapa negara lain tanpa memberitahu MK melanggar etika.
“Seharusnya dia memberitahu Sekjen. Apalagi sebagai Ketua MK, dia harus
diketahui keberadaannya,” ujar Harjono.
Pelanggaran kelima,
terkait kepemilikan mobil-mobil mewah Akil. “Berdasarkan surat keterangan
Ditlantas Polda Metro Jaya, Toyota Crown tidak didaftarkan ke Ditlantas. Ada
kesan mobil itu dimiliki secara tidak sah,” kata Hakim Harjono. Perilaku Akil
yang tidak mendaftarkan mobilnya dinilai sebagai perilaku tidak jujur.
Belum lagi Akil
mendadak punya tiga mobil dalam tiga bulan. “Berdasarkan surat Ditlantas, mobil
Mercedes diatasnamakan sopir Akil Mochtar, sehingga perbuatannya diduga
menyamarkan kekayaan. Padahal dia pejabat, apalagi Ketua MK,” ujar Harjono.
Atas semua kesalahan
itu, Akil terbukti melanggar prinsip kepantasan, kesopanan, integritas, dan
independensi. Keputusan Majelis Kehormatan MK memecat Akil ini tak akan berubah
apapun hasil akhir proses hukum Akil di Komisi Pemberantasan Korupsi.
(Referensi :
Vivanews)