Senin, 25 November 2013

TUGAS MATA KULIAH ETIKA ROFESI



Nama              :    Kholid Nawawi
NPM               :    23210896
Kelas               :    4EB01

ANALISIS PASAL-PASAL DARI UU No. 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK
Menurut analisis saya terhadap pasal-pasal yang ada di UU No. 5 Tahun 2011 tentang akuntan publik adalah sebagai berikut :
Pasal 28
(1)   Dalam memberikan jasa asurans sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), AkuntanPublik dan KAP wajib menjaga independensi serta bebas dari benturan kepentingan.
(2)   Benturan kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi antara lain, apabila:
a. Akuntan Publik atau Pihak Terasosiasi mempunyai kepentingan keuangan atau memiliki kendali yang signifikan pada klien atau memperoleh manfaat ekonomis dari klien;
b. Akuntan Publik atau Pihak Terasosiasi memiliki hubungan kekeluargaan dengan pimpinan, direksi, pengurus, atau orang yang menduduki posisi kunci di bidang keuangandan/atau akuntansi pada klien; dan/atau
c. Akuntan Publik memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan jasa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dalam periode yang sama atau untuk tahun buku yang sama.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai benturan kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri setelah berkonsultasi dengan Komite Profesi Akuntan Publik.
Menurut saya pada pasal 28 ini berkaitan erat dengan kode etik profesi akuntan publik “Prinsip Integritas” karena : Ayat pertama membahas tentang independensi dan benturan kepentingan yang tertera pada prinsip-prinsip kode etik profesi seorang akuntan publik yaitu bahwa setiap praktisi akuntan publik wajib menjaga ketegasan, kejujuran serta independensi dalam menjalin hubungan professional serta hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya dan juga tidak boleh membiarkan subjektivitas dan benturan kepentingan atau pengaruh yang tidak layak dari pihak-pihak lain dapat mempengaruhi pertimbangan professional atau pertimbangan bisnisnya.

Pasal 29
(1) Akuntan Publik dan/atau Pihak Terasosiasi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya dari klien.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan apabila digunakan untuk kepentingan pengawasan oleh Menteri.
(3) Menteri wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya dari Akuntan Publik dan/atau Pihak Terasosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangan pada pasal 29 sebagaimana tersebut diatas, berkaitan erat dengan kode etik profesi akuntan publik “Prinsip Kerahasiaan” dimana dalam Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) terbitan 31 Maret 2011 disebutkan dalam poin 140.1 :
-          Prinsip kerahasiaan mewajibkan setiap praktisi untuk tidak melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
a.       Mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis kepada pihak luar KAP atau Jaringan KAP tempatnya bekerja tanpa adanya wewenang khusus, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkannya sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainnya yang berlaku; dan
b.      Menggunakan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis untuk keuntungan pribadi atau pihak ketiga.
Disamping itu, praktisi juga harus tetap menjaga prinsip kerahasiaan, termasuk dalam lingkungan sosialnya, sebagai mana dijelaskan pada poin 140.2 : bahwa setiap praktisi harus waspada terhadap kemungkinan pengungkapan yang tidak disengaja, terutama dalam situasi yang melibatkan hubungan jangka panjang dengan rekan bisnis maupun anggota keluarga langsung atau anggota keluarga dekatnya.

Terima kasih.

Selasa, 05 November 2013

REVIEW JURNAL ILMIAH AUDIT



Pereview – NPM               :    Kholid Nawawi – 23210896
Tanggal                              :    5 November 2013 

JUDUL                              :    PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL PERUSAHAAN TERHADAP AUDIT DELAY DAN TIMELINESS
PENGARANG                 :    Sistya Rachmawati
DITERBITKAN               :    Jakarta, Mei 2008
JURNAL                           :    Jurnal Akuntansi dan Keuangan
VOL. DAN HALAMAN :    VOL. 10, NO. 1 : 1-10

LATAR BELAKANG
Informasi yang diperlukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dapat bermanfaat bilamana disajikan secara akurat dan tepat pada saat dibutuhkan oleh pemakai laporan keuangan, namun informasi tidak lagi bermanfaat bila tidak disajikan secara akurat dan tepat waktu. Nilai dari ketepatan waktu pelaporan keuangan merupakan faktor penting bagi kemanfaatan laporan keuangan tersebut (Givoly dan Palmon 1982). Disamping itu ketepatwaktuan (timeliness) merupakan kewajiban bagi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta untuk menyampaikan laporan keuangan secara berkala. Tuntutan akan kepatuhan terhadap ketepatwaktuan (timeliness) dalam penyajian laporan keuangan kepada publik di Indonesia telah diatur dalam UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Keputusan Ketua Bapepam No.80/PM/1996 tentang kewajiban penyampaian laporan keuangan berkala.
Peningkatan akan kebutuhan informasi yang akurat dan tepat waktu ini telah mempengaruhi permintaan akan audit laporan keuangan. Hal ini serupa dengan kesimpulan dari Dyer dan McHugh (1975) yang menyatakan bahwa ketepatan waktu pelaporan keuangan merupakan elemen pokok bagi catatan laporan keuangan. Di samping hal tersebut, ketepatwaktuan (timeliness) penyajian laporan keuangan akan memberikan andil bagi kinerja yang efisien di pasar saham yaitu sebagai fungsi evaluasi dan pricing, mengurangi tingkat insider trading dan kebocoran serta rumor-rumor di pasar saham (Owusu dan Ansah 2000).
Proses dalam mencapai ketepatwaktuan (Timeliness) terutama dalam penyajian laporan auditor independen menjadi semakin tidak mudah, mengingat semakin meningkatnya perkembangan perusahaan publik yang ada di Indonesia. Hambatan dalam ketepatwaktuan (Timeliness) ini juga terlihat dari Standar Pemeriksaan Akuntan Publik pada standar ketiga yang menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan dengan penuh kecermatan dan ketelitian serta pengumpulan alat-alat pembuktian yang cukup memadai (Boynton dan Kell 1996). Dengan adanya hambatan-hambatan inilah yang memungkinkan akuntan publik untuk menunda publikasi laporan audit dan laporan keuangan auditan apabila dirasakan perlu untuk memperpanjang masa audit.
Oleh karena pentingnya publikasi laporan keuangan auditan sebagai informasi yang sangat bermanfaat bagi para pelaku bisnis di Pasar Modal, rentang waktu penyelesaian audit laporan keuangan yang turut mempengaruhi manfaat informasi laporan keuangan auditan yang dipublikasikan serta faktor-faktor yang mempengaruhi Audit delay dan Timeliness, menjadi objek yang signifikan untuk diteliti lebih lanjut.

METODOLOGI PENELITIAN
·         Data yang digunakan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berbentuk annual report yang mencakup tentang laba bersih setelah pajak, total aktiva, nama auditor independen, bagan struktur organisasi, tanggal penyelesaian audit dan tanggal penyerahan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit ke BAPEPAM. Semua kebutuhan sumber data tersebut diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) yang terdapat di Bursa Efek Indonesia, akses langsung ke www.bapepam.go.id dan www.jsx.co.id, serta dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD)
·         Populasi dan Sampel
Sampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan kriteria sebagai berikut:
a)    Perusahaan menerbitkan laporan keuangan per 31 Desember untuk 2003-2005.
b)    Perusahaan memiliki struktur organisasi untuk menunjukkan divisi internalauditor.
c)    Perusahaan yang sahamnyadiperdagangkan secara aktif di BEI.
·         Teknik Sampling
Pemilihan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling, yaitu pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu dimana umumnya disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian.
·         Alat Analisis
Alat analisis yang digunakan yaitu dengan menguji secara statistik melalui regresi linier berganda.
·         Variabel yang Digunakan
Variabel Dependen :
-       Audit Delay         :    adalah rentang waktu penyelesaian pelaksanaan audit laporan keuangan tahunan, diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan auditor independen atas audit laporan keuangan tahunan perusahaan, sejak tanggal tahun tutup buku perusahaan yaitu per 31 Desember sampai tanggal yang tertera pada laporan auditor independen.
-       Timeliness            :    adalah rentang waktu pengumuman laporan keuangan tahunan yang telah diaudit kepada publik yaitu lamanya hari yang dibutuhkan untuk mengumumkan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit ke publik, sejak tanggal tutup tahun buku perusahaan (31 Desember) sampai tanggal penyerahan ke Bapepam (paling lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya).
Variabel Independen :
-       Provitabilitas (ROA)
-       Solvabilitas
-       Internal Auditor
-       Size Pengukuran Logaritma Total Aktiva
-       Ukuran Kantor Akuntan Publik

HASIL PENELITIAN  
Secara simultan terdapat pengaruh yang signfikan antara faktor internal (profitabilitas, solvabilitas, internal auditor dan size perusahaan) dan faktor eksternal (ukuran KAP) terhadap Audit Delay.
Secara simultan terdapat pengaruh yang signfikan antara faktor internal (profitabilitas, solvabilitas, internal auditor dan size perusahaan) dan faktor eksternal (ukuran KAP) terhadap timeliness.

SIMPULAN
Dari hasil penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
1)    Faktor internal yang mempengaruhi audit delay adalah size perusahaan dan faktor eksternal ukuran kantor akuntan public sedangkan variable profitabilitas, solvabilitas, internal auditor tidak mempunyai pengaruh terhadap audit delay,
2)    Faktor internal yang mempunyai pengaruh terhadap timeliness adalah size perusahaan, solvabilitas sedangkan faktor eksternal seperti ukuran kantor akuntan public sedangkan profitabilitas, solvabilitas, internal auditor tidak mempunyai pengaruh terhadap timeliness,
3)    Faktor internal dan eksternal perusahaan seperti Profitabilitas, Solvabilitas, Internal Auditor, Size Perusahaan, dan KAP secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan baik terhadap Audit Delay maupun Timeliness.

LIMITASI                 
-          Periode laporan keuangan yang digunakan dalam penelitian ini cukup pendek, sehingga kekuatan hasil analisis yang dihasilkan kurang maksimal.
-          Sampel yang digunakan lebih sempurna lagi diperluas jumlah sampelnya.

Jumat, 04 Oktober 2013

DAMPAK PELEMAHAN NILAI TUKAR RUPIAH


Dewasa ini kita sering mendengar dari berbagai media masa mengenai  nilai tukar Rupiah Indonesia yang cenderung melemah terhadap dollar Amerika. Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia, sejak pertengahan bulan Juli 2013 rupiah tercatat melemah dan menembus level psikologis Rp 10.000 per dollar AS. Ada begitu banyak pandangan dan kritik dari berbagai pihak terutama yang ditujukan kepada pemerintah Indonesia terkait dengan pelemahan rupiah yang terjadi. Namun ternyata pelemahan nilai tukar ini tidak hanya terjadi pada rupiah saja karena faktanya mata uang beberapa negara emerging markets (negara berkembang yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan cepat) seperti Turki, India dan Brazil juga mengalami pelemahan nilai tukar. Selama Juni-Agustus 2013, nilai tukar Lira Turki jatuh sebesar 10 persen; nilai tukar Rupee India jatuh sebesar 20 persen; dan nilai tukar Rupiah serta Real Brazil jatuh sekitar 15 persen. Trend melemahnya nilai tukar mata uang beberapa negara emerging markets selama Juni-Agustus 2013 bisa dilihat dalam grafik di bawah ini:

Graph01-Wells 
Grafik 1
Nilai Tukar Mata Uang Emerging Markets vs. Dollar AS, Januari-Agustus 2013


A.           Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Pelemahan Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar sebuah mata uang ditentukan oleh relasi penawaran-permintaan (supply-demand) atas mata uang tersebut. Jika permintaan atas sebuah mata uang meningkat, sementara penawarannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan naik. Kalau penawaran sebuah mata uang meningkat, sementara permintaannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan melemah. Selanjutnya yang menjadi pertanyaan adalah, apa yang menyebabkan penawaran Rupiah tinggi, sementara permintaannya rendah? Setidaknya ada dua faktor yang meyebabkan pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dollar Amerika, yakni :
1.      Keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia.
Keluarnya investasi portofolio asing ini menurunkan nilai tukar Rupiah, karena dalam proses ini, investor menukar Rupiah dengan mata uang negara lain untuk diinvestasikan di negara lain. Artinya, terjadi peningkatan penawaran atas Rupiah karena arus keluar investasi asing dari Indoensia. Adapun indikasi dari keluarnya investasi portofolio asing ini bisa dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung menurun seiring dengan kecenderungan menurun dari Rupiah. Dalam grafik di bawah, kita bisa lihat bahwa IHSG mengalami kecenderungan menurun sejak Juni 2013:
 
Graph02-Bloomberg  
Grafik 2
IHSG April-Agustus 2013

Salah satu alasan investor asing yang menarik dananya dari Indonesia adalah karena rencana the Fed (Bank sentral AS) untuk mengurangi Quantitative Easing (QE). Rencana ini dinyatakan oleh Ketua the Fed, Ben Bernanke, di depan Kongres Amerika Serikat pada 22 Mei 2013. Tidak lama setelah itu, mata uang di beberapa negara emerging markets pun anjlok (Grafik 1). Yang dimaksud dengan QE di sini adalah program the Fed untuk mencetak uang dan membeli obligasi atau aset-aset finansial lainnya dari bank-bank di AS. Program ini dilakukan untuk menyuntik uang ke bank-bank di AS demi pemulihan diri pasca-krisis finansial 2008.
Rencana pengurangan QE memberikan pesan bahwa ekonomi AS telah membaik. Karenanya, nilai tukar obligasi dan aset-aset finansial lain di AS akan naik. Inilah ekspektasi para investor portofolio yang mengeluarkan modalnya dari negara-negara emerging markets. Mereka melihat bahwa untuk kedepannya, investasi portofolio di AS akan lebih menguntungkan daripada di negara-negara emerging markets. Dalam tiga bulan terakhir, yield obligasi jangka panjang pemerintah AS sendiri telah naik. Sebagai contoh, yield obligasi 10-tahun pemerintah AS yang menjadi benchmark, naik sekitar 125 bps dalam tiga bulan terakhir.
2.      Neraca nilai perdagangan Indonesia yang defisit.
Neraca Perdagangan adalah suatu catatan yang disusun secara sistematis tentang seluruh transaksi ekonomi yang meliputi perdagangan barang / jasa antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain untuk suatu periode waktu tertentu. Dalam neraca perdagangan Indonesia pos-pos neraca diklasifikan secara garis besar menjadi dua, yakni migas dan nonmigas. Suatu neraca perdagangan dikatakan defisit apabila jumlah pembayaran lebih besar daripada jumlah penerimaan (transaksi kredit < transaksi debet), atau dengan kata lain ekspor lebih kecil daripada impor. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel 1 di bawah ini.


Tabel 1
Neraca Nilai Perdagangan Indonesia, Januari-Juli 2013
(Miliar US$)

Ekspor
Impor
Neraca
Bulan
Migas
Nonmigas
Total
Migas
Nonmigas
Total
Migas
Nonmigas
Total
Januari
2,66
12,72
15,38
3,97
11,48
15,45
-1,31
1,24
-0,07
Februari
2,57
12,45
15,02
3,64
11,67
15,31
-1,07
0,78
-0,29
Maret
2,93
12,09
15,02
3,90
10,99
14,89
-0,97
1,10
-0,13
April
2,45
12,31
14,76
3,63
12,83
16,46
-1,18
-0,52
-1,70
Mei
2,92
13,21
16,13
3,44
13,22
16,66
-0,52
-0,01
-0,53
Juni
2,80
11,96
14,76
3,53
12,11
15,64
-0,73
-0,15
-0,88
Juli
2,28
12,83
15,11
4,14
13,28
17,42
-1,86
-0,45
-2,31
Jan-Juli
18,61
87,57
106,18
26,25
85,58
111,83
-7,64
1,99
-5,65
Sumber :   Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik, No. 58/09/Th. XVI, 2 September 2013, hlm. 14, http://www.bps.go.id/brs_file/eksim_02sep13.pdf.
Berdasarkan tabel 1, defisit neraca nilai perdagangan Indonesia selama Januari-Juli 2013 adalah -5,65 miliar Dollar AS. Sektor nonmigas sebenarnya mengalami surplus 1,99 miliar Dollar AS, namun, surplus di sektor nonmigas tidak bisa mengimbangi defisit yang sangat besar di sektor migas, yakni sebesar -7,64 miliar Dollar AS. Dinamika ekspor-impor memang bisa berdampak pada nilai tukar mata uang suatu Negara. Ekspor meningkatkan permintaan atas mata uang negara eksportir, karena dalam ekspor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara tujuan dengan mata uang negara eksportir. Pertukaran ini terjadi karena si eksportir membutuhkan hasil akhir ekspor dalam bentuk mata uang Negaranya agar bisa ia pakai dalam usahanya. Sebaliknya, impor meningkatkan penawaran atas mata uang negara importir, karena dalam impor, biasanya terjadi pertukaran mata uang Negara importir dengan mata uang Negara asal. Karena selama Januari-Juli 2013, impor Indonesia lebih besar daripada ekspornya, maka situasi ini telah menyebabkan pelemahan nilai tukar Rupiah.

B.            Dampak Pelemahan Nilai Tukar Rupiah
Setelah membahas faktor-faktor yang menyebabkan melemahnya nilai tukar Rupiah di sepanjang tahun 2013, yang menjadi pertnayaan selanjutnya adalah bagiamanakah dampak pelemahan Rupiah terhadap kondisi perekonomian dalam negeri? Ketika nilai tukar sebuah mata uang melemah, maka yang biasanya mencolok terkena dampaknya adalah harga komoditi impor, baik yang menjadi obyek konsumsi maupun alat produksi (bahan baku dan barang modal). Karena harga komoditi impor dipatok dengan mata uang negara asal (eksportir), maka jika nilai mata uang negara tujuan (importir) jatuh, harga komoditi impor akan naik. Misalnya, jika di Indonesia, nilai tukar Rupiah jatuh sebesar 10% dari 1 Dollar AS = 9.000 Rupiah menjadi 1 Dollar AS = 9.900 Rupiah, maka harga komoditi impor pun akan naik sebesar 10%. Komoditi yang harganya Rp1 juta akan naik Rp100 ribu menjadi Rp1,1 juta. Dari data BPS, kita bisa lihat inflasi di bulan Juni adalah 1,03 persen, lalu meningkat menjadi 3,29 persen pada Juli. Sementara, pada bulan Agustus, inflasi menurun menjadi 1,12 persen. Inflasi tahun kalender (Januari-Agustus) 2013 adalah 7,94 persen dan ini merupakan inflasi tahunan tertinggi sejak 2009. Untuk barang konsumsi, yang harganya akan naik bukan hanya barang-barang konsumsi impor, namun juga barang-barang konsumsi yang diproduksi di dalam negeri, tetapi (sebagian besar) alat-alat produksinya, terutama bahan bakunya, impor. Harga tahu tempe, misalnya, naik 20-25 persen, karena bahan bakunya berupa kedelai diimpor.  Untuk mengetahui secara lebih rinci mengenai perbandingan antara impor barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang modal di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Impor Indonesia Menurut Golongan Penggunaan Barang Januari-Juli 2013
Penggunaan Golongan Barang
Nilai CIF (Juta US$) Januari-Juli 2013
Peran terhadap Total Impor Januari-Juli 2013 (%)
Barang Konsumsi
7.799,0
6,97
Bahan Baku/Penolong
85.162,4
76,16
Barang Modal
18.867,0
16,87
Total Impor
111.828,4
100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik, op. cit., hlm. 12.
Berdasarkan tabel 2, proporsi impor terbesar pada Januari-Juli 2013 adalah impor bahan baku/penolong, yakni 76,16% dari total impor. Kemudian urutan kedua ditempati oleh impor barang modal (mesin-mesin, dan sebagainya), sebesar 16,87% dari total impor. Di urutan terakhir baru kita dapati impor barang konsumsi dengan besaran 6,97% dari total impor. Dari data ini, kita bisa menduga bahwa penggunaan alat-alat produksi impor dalam industri Indonesia cukup tinggi. Dengan demikian pihak-pihak yang diperkirakan paling merasakan dampak dari  kenaikan harga komoditi impor ini antara lain :
·         Konsumen, terutama konsumen kelas bawah. Pada umumnya para pengusaha akan membebankan Biaya Produksi yang tinggi kepada para konsumen sehingga pendapatan konsumen kelas bawah dipastikan tidak bisa mengimbangi kenaikan harga barang.
·         Pihak-pihak dalam rantai distribusi komoditi impor mulai dari importir sampai pengecer. Mengingat daya beli masyarakat yang semakin menurun akibat harga komoditi yang tinggi maka pihak-pihak dalam rantai distribusi komoditi impor akan mengalami penurunan omset. Misalnya, belakangan ini, para importir bahan kebutuhan pokok di Batam sudah menghentikan aktivitas usahanya.
·          Para usahawan yang berorientasi pasar dalam negeri, namun alat-alat produksinya, terutama bahan bakunya, impor, seperti pengusaha tekstil, alas kaki, kemasan, temped an tahu, ayam potong dan sebagainya.
·          Rakyat pekerja yang sudah terpukul dari sisi konsumsi akibat kenaikan harga barang, juga akan dijepit dari sisi upah oleh pengusaha yang terjepit oleh kenaikan harga alat-alat produksi impor, kenaikan nilai utang luar negeri, dan penyusutan pasar dalam negeri.
Namun di sisi lain, ternyata melemahnya nilai Rupiah bukan hanya berdampak pada kenaikan harga komoditi impor saja. Dampak lainnya yang juga perlu diperhatikan adalah kenaikan nominal. Ketika Rupiah mengalami pelemahan terhadap dollar maka utang luar negeri Indonesia akan semakin membesar mengingat utang luar negeri Indonesia didominasi oleh utang kepada Amerika Serikat. Logikanya sama dengan dampak pelemahan Rupiah pada komoditi impor. Jika di Indonesia, nilai tukar Rupiah berbanding Dollar AS jatuh sebesar 30%, maka nominal Rupiah dari utang yang dipatok dalam Dollar AS akan naik sebesar 30%. Sampai dengan Maret 2013, total utang luar negeri Indonesia adalah 254,295 miliar Dollar AS, dengan utang pemerintah dan bank sentral sebesar 124,151 miliar Dollar AS serta utang swasta sebesar 130,144 miliar Dollar AS. Dengan demikian pihak-pihak yang diperkirakan paling merasakan dampak dari  kenaikan nominal ini antara lain :
·         Untuk utang swasta adalah pengusaha yang berutang, dan para pekerjanya yang akan ditekan oleh pengusaha yang berutang tersebut.
·         Untuk utang pemerintah adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dimana ketika anggaran terjepit, rezim neoliberal biasanya akan mengurangi atau mencabut subsidi untuk rakyat, sehingga rakyat secara umum juga akan terkena dampaknya.

Di sisi lainya, pelemahan Rupiah ternyata tidak selalu berdampak buruk atau negatif. Ada sebagian pihak-pihak yang diuntungkan dengan pelemahan Rupiah yang terjadi.  Jika mata uang suatu negara melemah, maka yang diuntungkan adalah sektor ekspor yang bahan bakunya (sebagian besar) berasal dari dalam negeri. Misalnya, PT Energizer Indonesia yang memproduksi baterai Eveready yang sebagian besarnya diekspor, eksportir udang, dan eksportir kakao di Sulawesi Selatan. Namun, ini tidak berarti seluruh sektor ekspor Indonesia untung, karena banyak komoditi ekspor kita yang ditopang oleh bahan baku impor, sehingga keuntungan yang didapat dari kenaikan harga barang ekspor itu “dibatalkan” oleh harga bahan baku impornya yang mahal.

C.           Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah Yang Berimbas Pada APBN 2013
Melemahnya nilai tukar mata uang rupiah terutama pada dollar USD dipicu oleh impor bahan bakar minyak yang dilakukan oleh pihak pertamina yang terus meningkat pada bulan april hingga bulan mei 2013, Impor BBM yang besar membuat neraca perdagangan defisit dan menekan kebutuhan valuta asing dalam negeri.
Saat kondisi kebutuhan valas mulai meningkat, namun dari sisi keuangan pasokan valas di pasar domestik tidak terlalu banyak. Hal ini menyebabkan para investor mulai mengurangi investasi ke Indonesia.
Pelemahan nilai tukar meningkatkan penerimaan sumber daya alam (SDA), namun sekaligus menambah beban subsidi energi. Persoalan menjadi lebih rumit dengan adanya perkiraan kenaikan volume konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dari volume yang disepakati dalam UU APBN 2013. Mengingat bahan baku BBM ini sebagian diimpor, maka kenaikan volume konsumsi BBM bersubsidi tidak saja membebani sektor fiskal, tetapi juga memperburuk kondisi neraca pembayaran Indonesia, yang mengalami defisit neraca migas.
Sebab dari defisit neraca pembayaran pada sektor migas yang langsung berimbas pada Asumsi dasar makro ekonomi nilai tukar rupiah. Dalam hal penyusunan APBN diperlukan adanya suatu landasan atau dasar hukum ekonomi yang berkembang, maka dari itu muncul adanya suatu asumsi untuk memprediksi laju perkembangan indikator- indikator ekonomi dalam APBN.
 Asumsi dasar makro ekonomi nilai tukar rupiah yang dipakai dalam APBN 2013 dari Rp 9.300 dan berubah menjadi Rp 9.600 dalam APBN-P 2013 pos belanja non kementerian / lembaga yaitu (subsidi).

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan diatas, berikut kami sampaikan beberapa kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam menjaga stabilitas perekonomian Indonesia. Langkah-langkah yang diambil dibagi kedalam empat paket sebagai berikut :
-               Paket Pertama
Paket yang dibuat terkait dengan upaya memperbaiki neraca transaksi berjalan dan menjaga nilai tukar rupiah:
1.    Pemerintah akan melakukan langkah mendorong ekspor dengan memberikan deduction tax pada sektor ekspor minimal 30% dari produksi.
2.    Menurunkan impor migas. Dengan meningkatkan porsi penggunaan biodiesel dalam porsi solar sehingga akan mengurangi konsumsi solar yang berasal dari impor. Kebijakan ini akan menurunkan impor migas secara signifikan.
3.    Menetapkan pengenaan pajak Bea Masuk yang berasal dari barang impor seperti mobil CBU, barang bermerek yang sekarang 75% akan menjadi 125% sampai 150%.
4.    Melakukan langkah memperbaiki ekspor mineral dengan memberikan relaksasi prosedur terkait kuota.
-        Paket Kedua
Paket ini bertujuan menjaga pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat. Pemerintah akan memberikan insentif dengan tetap memastikan bahwa defisit fiskal berada pada kisaran 2,38%. Dengan menjaga defisit pada batas aman ini pemerintah memastikan pembiayaan APBNP 2013 dalam kondisi aman. Adapun insentif yang diberikan terkait dengan:
1.      Tax deduction pada industri padat karya.
2.    Relaksasi fasilitas kawasan berikat.
3.    Penghapusan PPN Buku.
4.    Penghapusan PPN dasar yang sudah tak tergolong barang mewah.
5.    Pentingnya menjaga menjaga UMP untuk mencegah terjadi PHK dengan skema kenaikan UMP yang mengacu pada KHL produktifitas dan pertumbuhan ekonomi. Dengan membedakan kenaikan upah minimum industri, UMK, industri padat karya, dan industri padat modal.
6.    Insentif dalam jangka menengah addition deduction untuk litbang.
7.    Mengoptimalkan penggunaan tax allowance untuk insentif investasi.
-        Paket Ketiga
Paket ketiga ini tujuannya untuk menjaga daya beli masyarakat dan inflasi. Pemerintah akan berkoordinasi dengan BI. Dari sisi pemerintah untuk mengatasi inflasi atau harga yang bergejolak atau volatile food, pemerintah akan ubah tata niaga daging sapi dan hortikultura dari pembatasan sistem kuota menjadi mekanisme yang andalkan harga.
-                 Paket Keempat
Paket keempat ini terkait dengan mempercepat investasi. Pemerintah akan mengambil langkah:
1.    Menyederhanakan perizinan dengan mengefektifkan fungsi pelayanan satu pintu dan menyederhanakan jenis perizinan yang menyangkut kegiatan investasi. Sebagai contoh saat ini sudah ada perizinan investasi hulu migas dari 69 jenis menjadi hanya 8 perizinan.
2.    Mempercepat dan saat ini sudah dirampungkan adalah revisi PP tentang DNI (Daftar Negatif Investasi) yang lebih ramah bagi investor.
3.    Mempercepat program investasi berbasis agro, CPO, kakaa, rotan, mineral, logam, bauksit, nikel dan tembaga dengan memberikan insentif berupa tax holiday dan tax allowance serta percepatan renegosiasi kontrak karya dan PKP2B.
"The bottlenecking masalah proyek adalah salah satu perhatian kita untuk itu investasi yang sudah strategis seperti pembangkit, migas, infrastruktur akan dipercepat proses penyelesaiannya," ujar Hatta. (Igw)