Sabtu, 23 Juni 2012

SEJAUH MANA UNDANG – UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SUDAH DITEGAKKAN

Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang diharapkan mampu memenuhi apa yang menjadi hak-hak konsumen, realitanya belum berjalan sebagaimana mestinya. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan perlu berbenah diri dan memperhatikan hal ini, agar hak-hak yang selama ini diidam-idamkan oleh konsumen dapat terealisasi dengan baik dan sesuai harapan bersama.
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
(sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Perlindungan_konsumen)
Hukum-hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen yang dikemas dengan baik dalam Undang – Undang Perlindungan Konsumen, selama ini sudah bisa dikatakan berjalan dengan baik. Akan tetapi dalam kenyataan praktek di lapangan masih ditemukan penyimpangan-penyimpangan terhadap apa yang tertuang dalam undang-undang tersebut.
Terkait dengan kepengurusan dan pihak pelaksana undang - undang tersebut adalah lembaga yang menangani masalah konsumen yaitu LPK (Lembaga Perlindungan Konsumen) dan YLKI (Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia), dimana kedua lembaga ini bertugas menangani masalah yang berkaitan antara produsen dengan konsumen dalam hal hak mendapatkan kepuasaan dalam pembelian suatu produk atau jasa, namun pemerintah pun belum full power dalam menangani masalah masalah keluahan konsumen selama ini.
Fenomena perdagangan di Indonesia semakin tidak karuan, dimana banyaknya beredar barang - barang palsu yang sulit dibedakan dan sangat meresahkan konsumen, apabila pembeli tidak mampu (kurang jeli) dalam membedakan mana produk yang asli atau palsu tentu mereka tertipu oleh produsen - produsen nakal yang selama ini masih saja beroperasi di pasar Indonesia, namun kenyataannya pemerintah pun kurang peduli akan hal itu, jarang sekali melakukan sosialisasi kepada masyarakat bagaimana supaya masyarakat bisa memilih barang yang berkualitas bagus atau tidak, bagaimana membedakan ini produk asli atau tidak. Inilah yang seharusnya bias pemerintah lakukan guna mengurangi bahkan menghilangkan kasus penipuan produk terhadap konsumen.
Fenomena berikutnya adalah masih beredarnya barang-barang yang kadaluarsa di pasar, swalayan, dan pusat perbelanjaan lainnya, padahal apabila produk itu dibeli oleh konsumen yang kurang cermat dalam membeli sebuah produk, itu akan sangat merugikan pihak konsumen apalagi kesehatan itu adalah hal yang paling diutamakan oleh semua orang.
Bagaimanakah fenomena ini di tahun mendatang? Apakah masih akan ada atau terjadi? Belum dapat dipastikan. Apabila Pemerintah tegas dalam menangani masalah ini mungkin semuanya akan lebih baik nanti sesuai yang kita bersama harapkan.
Selanjutnya mengenai persoalan perlindungan konsumen sangat mungkin terkait dengan adanya perdagangan bebas karena pengaruh globalisasi, apalagi siklus perdangangan yang semakin cepat dapat memicu timbulnya ketidakjelasan terhadap perlindungan konsumen pada saat ini. Apalagi ditunjang dengan teknologi canggih, produsen mampu menghasilkan kapasitas produksinya melebihi batas normal yang dapat memicu persaingan antar produsen tidak sehat dan berdampak kepada perlindungan hak konsumen.
Sekarang ini bila kita amati sudah terjadi posisi tawar menawar yang tidak sehat juga antara pemerintah dengan produsen yang menimbulakn semuanya, disisi pemerintah ingin mendapatkan pemasukan pajak yang lebih besar dan dari pihak produsen ingin meningkatkan laba yang sebesar besarnya, justru itulah yang menimbulkan masalah.
Keterpurukan nasib konsumen “makin lengkap” dengan maraknya praktik-praktik usaha yang tidak sehat/curang dalam berbagai modus dan bentuknya di berbagai sektor atau tahap perniagaan. Berbagai kecurangan (bahkan kejahatan) pelaku usaha sudah dimulai dan dapat terjadi sejak tahap proses produksi, pemasaran, distribusi, sampai dengan tahap konsumsi. Seringkali praktik usaha semacam ini dilakukan dengan justifikasi untuk bertahan dalam/memenangkan persaingan usaha atau guna melipatgandakan keuntungan. Di samping itu lemahnya pengawasan oleh instansi pemerintah atau penegak hukum terkait, berdampak pada tumbuhnya praktik usaha yang unfair tersebut yang akhirnya melahirkan kerugian di tingkat konsumen.
Serangkaian pertanyaan dan realita persoalan konsumen tersebut di atas mengajak kita untuk mencari terobosan dalam perencanaan dan pelaksanaan program-program perlindungan konsumen secara lebih komprehensif agar hasilnya dapat lebih optimal.
Kelemahan konsumen akan pengetahuan atas produk dan daya tawar merupakan faktor penting terjadinya beberapa kasus diatas. Mereka juga pada umumnya  lemah atau setidaknya mempunyai keterbatasan dalam mengakses sumber-sumber daya ekonomi guna menopang kehidupan. Kekuatan modal dan pasar telah melemahkan kedudukan konsumen, bahkan untuk melindungi dirinya sendiri. Dengan kata lain, konsumen disamping membutuhkan perlindungan juga membutuhkan penguatan dan pemberdayaan untuk dapat meningkatkan daya tawar mereka di hadapan pelaku usaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar